NGORO, KabarJombang.com – Program bantuan sapi betina produktif dari anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) TA 2016 yang diterima Kelompok Ternak Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, kini ramai diperbincang.
Betapa tidak, bantuan hewan sapi hibah tersebut diduga sarat rekayasa. Ke-15 orang yang menjadi anggota kelompok, jangankan menikmati hasilnya, memelihara sapinya saja tidak pernah.
Hal tersebut seperti diungkap S, seorang narasumber sekaligus penerima bantuan hewan sapi hibah kepada KabarJombang.com (Kelompok Faktual Media), belum lama ini. Menurutnya, bantuan sapi tersebut berasal dari Jakarta tahun 2016. “Saya kurang ingat detail waktu, tanggal, dan bulan berapa. Sapi tersebut dating, di pak Kepala Desa (Kades),” tuturnya.
Saat itu, juga tercapai kesepakatan, sapi tersebut dipelihara oleh 15 orang, termasuk Ketua Sekretaris Bendahara dan Anggota, secara koloni atau bersama-sama dalam satu kandang. “Hasilnya, setiap sapi yang menghasilkan anak, anggota mendapat bagi hasil Rp 1 Juta,” ujarnya pada jurnalis beberapa hari yang lalu.
Sumber S menyebut, ciri-ciri sapi hibah saat datang di Desa Sugihwaras, yakni berwarna putih dan berstempel. Dirinya juga mengaku hanya sekali tanda tangan. Itu pun saat masuk menjadi anggota kelompok ternak. Selebihnya, lanjutnya, tidak pernah apalagi saat penerimaan bantuan.
“Setiap 6 bulan sekali, saya dimintai KTP. Malah, saya pernah minta ke pak Kades agar nama saya dihapus dari keanggotaaan, karena takut terjadi masalah. Karena saya nilai, program ini janggal. Tapi tidak diperbolehkan. Lebih-lebih, kami tidak pernah diajak musyawarah selama ini, apakah sapi tersebut dijual, hasilnya berapa. Kami tidak pernah diberitahu,” beber S.
Hal senada diungkap Y, seorang tokoh masyarakat setempat. Dia menyebut, jika sapi berciri warna putih dan berstempel sudah tidak ada di kandang. Sementara sapi yang di kandang, lanjutnya, berwarna atau jenisnya berbeda yakni merah.
“Itu yang di kandang bukan sapi bantuan, tapi sapi pinjaman. Saat itu, persoalan ini ramai diperbincang warga dan dilaporkan ke salah satu LSM di Jombang dan ke Kejaksaan. Tiba-tiba, Kades Sugihwaras bingung, dan langsung mendatangkan sapi warna merah,” tandasnya.
Dia juga membenarkan, jika anggota kelompok hanya dimintai KTP saja, namun tidak menikmati hasilnya. Dia juga menyebut, anggota kelompok ternak masih satu keluarga.
“Warga berharap penegak hukum bisa mengusut dugaan kejanggalan pada bantuan sapi ini. Diduga kuat, kades bermain dalam bantuan sapi ini. Apalagi sudah dijual. Bendahara kelompok tahu kalau ini rekayasa, karena pernah cerita ke masyarakat,” ungkapnya.
Terpisah, Mahmudi, bendahara kelompok ternak setempat saat dikonfirmasi terkait persoalan ini melalui ponselnya pada Senin (17/2/2020) enggan menjawab.
Sementara Kepala Desa Sugihwaras, Ferry Mulyatno mengatakan, jika pihaknya hanya memfasiitasi tempatnya saja. “Semua itu, urusan kelompok,” jawabnya saat dikonfirmasi melalui ponselnya, Selasa (18/2/2020).
Disinggung, apakah bantuan sapi hibah tersebut dijual, Ferry enggan menjawab. Pihaknya malah menyuruh wartawan ini datang ke rumahnya, agar kemelut ini lebih jelas diuraikan.
Terpisah, Kepala Dinas Peternakan, Imam Sutrisno, saat ditanya persoalan bantuan sapi di Desa Sugiwaras, mengaku tidak tahu-menahu persoalan tersebut.
“Jadi, kita tidak tahu soal batuan yang bersumber dari APBN. Juknis (petunjuk teknis)-nya pun juga tidak tahu, karena bukan wewenang kita. Tapi kalau yang dapat satu keluarga jadi anggota ya nggak boleh itu,” terangnya.