GUDO, KabarJombang – Rencana pemerintah akan mencabut subsidi epliji ukuran 3 kilogram, mendapat reaksi keras dari kalangan pengrajin manik-manik di Desa Plumbon Gambang. Kecamatan Gudo, Jombang, Jawa Timur.
Selain menolak, para pengusaha tersebut berharap agar Pemerintah membatalkan rencana kenaikan harga elpiji melon ini. Sebab, jika subsidi dicabut otomatis harga gas elpiji warna hijau tersebut akan dua kali lipat lebih mahal dari harga sebelumnya.
Hal ini tentunya akan mengancam para pengrajin manik-manik ini mengalami kerugian cukup besar, bahkan terancam gulung tikar.
“Kita berharap kepada pemerintah, mudah-mudahan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) khususnya manik-manik ini kalau bisa subsidinya tidak dicabut. Biar bisa berjalan lancar, sebagai penggerak ekonomi desa untuk kesejahteraan masyarakat desa,” tutur Nurwakhid, salah satu pengrajin manik-manik, , Rabu (22/1/2020).
Sementara, harga eceran gas elpiji ukuran 3 kilogram berkisar Rp 18 ribu per tabung. Harga tersebut merupakan harga yang dipatok pemerintah setelah mendapatkan subsidi. Jika subsidi benar-benar dicabut, maka harganya akan naik hingga dua kali lipat dari sebelumnya.
“Kalau dicabut harganya kurang lebih menjadi sekitar Rp 35 ribuan,” ungkapnya.
Diungkapkan Nurwakhid, gas elipi tersebut merupakan bahan bakar utama yang dipakai puluhan pengrajin manik-manik di desanya. Setiap hari, tak kurang dari 15 tabung yang diperlukan oleh satu pengrajin untuk membuat ratusan manik berbagai ukuran dan model.
“Bisa dibayangkan biaya operasional dari bakar saja biasanya berkisar Rp 270 ribu sampai Rp 300 ribu. Kalau naik kan bisa dua kali lipatnya, pastinya kami akan tutup kalau nggak nutut dengan harga bahan bakarnya,” bebernya.
Nurwakhid menambahkan, di Desanya ada puluhan pengrajin manik-manik yang mengadalkan usahanya untuk kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Industri tersebut sudah berjalan selama puluhan tahun secara turun temurun sebagai sumber mata pencaharian warga.
Bahkan, industri manik-manik di Desa Plumbon Gambang ini sudah melayani pesanan beberapa luar kota hingga luar negeri.
“Sejak tahun 1990 an kami rintis usaha ini, dulu pakai minyak tanah, kalau pakai elpiji ini sekitar tahun 2011 setelah subsidi minyak tanah dicabut, sekarang kalau subsidi elpiji melon ganti dicabut, kami tidak bisa berbuat banyak selain gulung tikar,” pungkasnya.