“Yu, kopi,” pinta Cak Besut pagi ini.
Mendengar suara serak yang sudah lama tidak nongol ini, Rusmini langsung pasang wajah sumringah.
“Eh Cak Besut, suwi ra ketok, nang ndi ae Cak, betah men iku loh, gak kangen goyangan ku ta ?” cerocos perempuan bohay ini.
Ngomel dan ngomong tanpa sela menjadi ciri khas Rusmini.
Cak Besut pun hanya tersenyum datar. Ia terus memainkan gadget ditangannya.
Lek Sumo dan Man Gondo yang lebih dulu ada di warung Rusmini langsung menyambut Cak Besut penuh keakraban.
“Bener Yu Rus, suwi sampean gak ketok nang ndi ae Cak, akeh seng kangen pengen diceritani nabi-nabi,” guyon Man Gondo yang disambut tawa merekah Lek Sumo dan Rusmini.
“Njomplang wes setahun dipimpin Adipati Muntiah, howone adem ayem, tapi asli ne umep, Adipati karo Wakil Adipati Kumbara koyok e wes gak harmonis maneh,” gumam Cak Besut sambil terus memainkan gawainya.
Lek Sumo yang seperti kangen akan cerita-cerita kontroversi ala Cak Besut ini langsung merangsek disamping Man Gondo. Ia pun meminta Cak Besut melanjutkan ceritanya.
Dengan menghela nafas panjang, Cak Besut menaruh benda kotak yang telah menemaninya sejak 3 tahun terakhir ini. Ia segera menyeruput kopi buatan Rusmini yang hampir mendingin.
Ia mengatakan alasan mengapa akhir-akhir ini dirinya menghilang dari peredaran. Ia mengaku harus berjibaku dengan waktu, agar putaran ekonomi sawahnya bisa tetap terjaga. Saat itulah, aku Cak Besut, ia bertemu dengan salahsatu pengusaha bermata sipit yang berencana menanam investasi di Njomplang.
Dari pertemuan tanpa disengaja itulah, ia mengetahui kondisi Kadipaten Njomplang di pusaran para investor. Di mata para cukong, Njomplang sungguh sangat menggiurkan. Selain ditinjau dari letaknya yang strategis, lantaran ditunjang trans Jawa yang telah usai dibangun. Harga tanah di Kadipaten Njomplang masih cukup terjangkau.
Selain itu, kemudahan proses perijinan yang dijanjikan pemerintahan Kadipaten menjadi salah satu faktor bakal terjadinya tsunami investasi di kota yang melahirkan banyak tokoh kaliber nasional ini.
Namun dibalik itu, keharmonisan pemimpin Njomplang kian retak. Saling tuding memanfaatkan jabatan masing-masing mulai muncul dari kedua kubu.
“Cerita para cukong, mereka mengalami kebingungan harus melalui pintu mana agar bisa berinvestasi tanpa ruwet seperti yang dijanjikan,” lanjut Cak Besut.
Kemudahan penyediaan lahan hingga proses perijinan yang dijanjikan tak semulus paha Vanesa. Kubu Adipati Muntiah menuding wakilnya Kumbara sudah over lap. Kumbara dituding menjalankan bisnis penyediaan lahan tanpa sepengetahuan Adipati.
Untuk itu, Adipati mulai bergerilya melakukan blokade di pintu perijinan demi memuaskan syahwat minornya kepada sang wakil.
Disisi lain, sang Adipati juga memiliki banyak pintu yang tidak terintegrasi sama sekali. Pangeran dan Putri dianggap melebihi kewenangan sang Adipati. Tak jarang, demi melampiaskan ambisinya, para putra putri Adipati mengganti para punggawa yang dianggap tak bisa memenuhi keinginan mereka.
Kubu Adipati mengancam akan menghambat proses perijinan karena merupakan kewenangan mereka. Alhasil, para cukong-cukong ini dibuat bingung dengan keretakan hubungan Adipati dan Wakilnya. Belum lagi, banyak pihak yang mencoba menggerogoti hubungan mereka, dengan menebar asap wangi beracun.
Terlepas dari semua, Cak Besut bersyukur adanya tsunami investasi di Kadipaten Njomplang. Tak lama lagi, sejumlah lapangan pekerjaan terbuka. Di utara Brantas, bakal ada pabrik kalsiboard, tiga kandang ayam besar, pabrik kertas dan pabrik pasta gigi dari group orang tua.
Tidak hanya itu, di wilayah barat juga bakalan berdiri pabrik kertas yang saat ini telah berdiri pagar pembatas tinggi menjulang.
Lek Sumo dan Man Gondo yang sedari tadi mendengar cerita Cak Besut hanya terbengong. Mereka segera tersadar dan kembali ke kehidupan nyata, ketika mendengar Cak Besut bersenandung.
Jare Cak Besut :
Kulak gedang nang kuto Ngawi
Weteng lesu mangane ketan
Wong investasi iku dalane rejeki
Seng penting ojo podo sikut-sikutan
*Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
Penulis: Adi Susanto