KABARJOMBANG.COM – Banyaknya akun media sosial milik penegak hukum yang gemar memposting pelaku kejahatan secara vulgar, ternyata bisa berdampak pelanggaran hukum. Hal ini seperti dikatakan Praktisi Hukum, DR Solikin Rusli, Selasa (7/11/2017).
Menurutnya, secara dasar hukum, akun media sosial (Medsos) seperti Facebook, Instagram, dan medsos lainnya tidak memiliki keabsahan secara hukum untuk berhak menyebarluaskan informasi yang bisa merugikan pihak lain.
Sebab, menurutnya, sesuai dengan Undang-undang Pers No 40 Tahun 1999 Pasal 1 tentang Pers menyebutkan, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia.
Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, dan menyalurkan informasi.
“Artinya, hanya perusahaan pers yang memiliki badan hukum Perseroan Terbatas (PT), yang boleh menyebarluaskan informasi secara sah dimata hukum. Apalagi, menyangkut tentang kepentingan publik atau orang lain. Namun, mereka boleh menyebar informasi sesuai Tupoksinya, sepeti kegiatan positif yang tidak bersangkutan yang berakibat kerugian terhadap orang lain,” katanya.
Bagi akun yang gemar menyebarkan informasi yang belum tentu kebenarannya dan yang menyangkut orang lain, tentu bisa dijerat dengan Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang disebutkan dalam Pasal 1 angka (1) UU ITE dan Pasal 1 angka 4 UU ITE.
Menurutnya, tindakan tersebut termasuk dalam kategori pencemaran nama baik. Sebab, apapun yang disebarkan oleh akun media sosial, tidak memiliki tanggung jawab secara hukum. Apalagi, jika yang diposting berkaitan dengan kepentingan orang lain, termasuk pelaku kejahatan sekalipun.
“Maksudnya apa, foto tersebut di-upload, sedangkan mereka masih diduga dan belum diputus oleh Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Sebelum ada putusan incraht, mereka harus didudukkan sebagaimana orang yang tidak bersalah. Itulah yang dimaksud asas praduga tak bersalah. Apalagi orang yang diduga tersebut mempunyai keluarga. Jika yang bersangkutan atau keluarganya merasa dicemarkan, maka bisa melaporkan tentang adanya postingan tersebut,” tambahnya.
Tentang pencemaran nama baik, telah diatur Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Dimana, setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
“Sementara apapun bentuk penyebarannya, jika hal tersebut membuat malu seseorang, maka sudah dapat diadukan atas dasar pelanggaran Pasal 310 dan 311 KUHP jo Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Pelanggaran atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (Pasal 45 ayat (1) UU ITE,” jelasnya. (aan/kj)