Foto : Launching buku 'parede puisi yang jatuh' dari kelompok teater Rubah Merah" Smagajoe. (Istimewa)
JOMBANG, KabarJombang.com – Malam yang hangat pada Jumat (21/02/2025) di Gedung Kesenian Jombang menjadi saksi dari momen istimewa peluncuran buku ‘Parade Puisi yang Jatuh’. Karpet biru menghiasi halaman gedung yang baru saja selesai dicat, di mana puluhan pemuda berkumpul untuk merayakan sebuah karya puisi yang lahir dari tangan kreatif para siswa di kelompok teater Rubah Merah Smagajoe.
Acara peluncuran ini lebih dari sekadar seremoni. Selain memperkenalkan antologi puisi yang berisi ekspresi jiwa para penulis muda, acara ini juga diwarnai dengan diskusi mendalam mengenai makna yang terkandung dalam setiap baris puisi, dibawakan oleh dua pembicara inspiratif, Siti Bedjoe Sa’adah dan Yogo Arif Prakoso.
Irena Anindita, pemandu acara yang penuh semangat, menjadi penghubung suasana hangat di malam itu. Dengan ceria, ia berbagi cerita sambil mengatur jalannya acara. Sebelum dimulai, suasana semakin cair dengan penampilan musik akustik ringan dari teman-temannya, yang membuat hadirin semakin menikmati acara dengan santai.
“Dalam acara seperti ini, mencairkan suasana sangat penting. Agar nanti peserta bisa merasa nyaman dan lebih fokus pada acara utama,” jelas Irena, sambil tersenyum dan mengundang tawa.
Saat acara memasuki sesi utama, tiga penulis muda yakni, Nadia Floris, Xena Maharani, dan Reryta Zalwa Af Idhata muncul di hadapan para peserta, dengan penuh percaya diri. Mereka menunjukkan bahwa mimpi dan karya mereka tidak hanya sebatas angan-angan, melainkan hasil dari kerja keras yang nyata.
Siti Bedjoe Sa’adah, seorang penulis sekaligus guru Bahasa Indonesia, menyampaikan kekagumannya terhadap kualitas karya para penulis muda tersebut. “Bahasa yang digunakan sangat rapi, kata-katanya matang, dan yang terpenting, ada jiwa dalam setiap puisi. Ini bukan hanya sekadar rangkaian kata indah, melainkan cerminan perasaan yang dalam,” ujarnya dengan penuh haru.
Senada dengan Siti, Yogo Arif Prakoso, guru Bahasa Indonesia di SMAN 3 Jombang, menekankan bahwa menulis adalah sebuah proses yang tak berhenti pada satu buku saja. Ia mengingatkan agar para penulis muda terus membaca dan berlatih.
“Menulis itu seperti menanam pohon. Awalnya mungkin hanya tunas, tapi jika terus dirawat, suatu hari nanti akan tumbuh menjadi pohon yang rindang dan berbuah,” kata Yogo, disambut tepuk tangan hangat dari peserta.
Di tengah-tengah keramaian acara, Reryta Zalwa Af Idhata, salah satu penulis buku ini, dengan penuh kebanggaan memeluk bukunya. Ia bercerita tentang perjalanan menulis yang dimulai sejak SMP, namun baru benar-benar serius ketika masuk SMA.
“Menulis adalah perjalanan menemukan diri. Bersama teman-teman, kami memberanikan diri untuk menghasilkan buku ini setelah tiga hingga lima bulan penuh tantangan dan kebersamaan,” ungkapnya dengan penuh syukur.
Reryta menambahkan bahwa menulis adalah cara untuk menggali lebih dalam, dan ia berharap agar karya-karya selanjutnya mendapatkan dukungan lebih dalam proses produksi dan distribusinya.
“Menulis itu seperti menyelam ke dalam samudra kata. Semakin dalam kita menyelam, semakin banyak yang bisa ditemukan. Saya ingin terus menggali dan berbagi melalui tulisan,” ujarnya penuh semangat.
Acara ditutup dengan doa bersama dan sesi foto yang penuh canda tawa, menandai berakhirnya malam penuh makna ini. Sebuah langkah kecil bagi generasi muda Jombang yang berani menulis dan berkarya, berharap dapat menginspirasi lebih banyak orang di masa depan.
Leave a Comment