Februari menjadi bulan penuh makna tersendiri bagi Cak Besut. Tujuh tahun silam, guru pertama Cak Besut di dunia, telah menghadap sang Khalik. Pembimbing terbaik yang motivasinya mampu membakar api semangat Cak Besut ketika merasa lelah mengarungi kehidupan, untuk tetap berdiri tegar dan melanjutkan kembali skenario novel lauhul mahfudz.

“Pegel ta le…?” lontar sang Mahaguru suatu ketika kala Cak Besut terlihat akan menyerah dengan segala rintangan yang ia hadapi. Dipeluknya Cak Besut, kehangatan dekapan maestro kehidupan tersebut, seakan tak tertandingi. Meski pijaran mentari senja kala itu mampu menerobos dinginnya bumi usai diguyur gumpalan hitam yang mengepung kota kelahiran Cak Besut.

“Kuat yo le, mbesok awakmu seng dadi cagak. Setiap detik dalam kehidupan adalah perjalanan, setiap perjalanan adalah pelajaran. Perjalanan itu memang melelahkan, tapi lelah itulah arti kehidupan yang sebenarnya,” lanjut malaikat tak bersayap tersebut.

“Tuhan iku gak adil, deloken ta koncoku. Mereka gak atek susah susah kerjo, moro-moro dadi abdi negara, onok seng dadi pengusaha, padahal biyene sekolahe nakal, bolosan, sering di strap guru, ibadahe arang-arang, sementara aku, yo wes ngene-ngene ae gawe golek sego sak piring ae uangel, jare Tuhan gak bakalan ngekek’i cobaan di luar batas kemampuan umate, lah sak iki nyatane Tuhan justru membuat kesenjangan antar umate,” protes Cak Besut.

Perempuan ini tersenyum, dipeluknya Cak Besut lebih erat. Dalam beberapa detik ia biarkan lava pijar dari dalam tubuh Besut muda menyembur keluar. Lagi-lagi malaikat tak bersayap ini menunjukkan kekuatan yang dimiliki. Lontaran lava pijar itu seketika menjadi butiran salju yang terus merasuki tiap relung tubuh Cak Besut.

“Le, ojo bandingno orepmu karo wong liyo, karena kamu tidak pernah tahu perjalanan apa yang sudah mereka lalui untuk bisa mencapai di titik yang sekarang,” bak godam yang menghantam, untaian kata sang Bunda inilah membuat Besut muda mampu merubah iri menjadi cemeti merubah diri.

“Jajang, Ucok dadi polisi karo tentara, ojo didelok sak iki penak, gawe seragam, dihormati wong akeh. Tau mikir ta bagaimana mereka sewaktu menjalani pendidikan pertama jadi abdi negara? Pas wayahe wong-wong podo turu angles, mangan sak wayah-wayah, dulin sak penake, mereka justru bangun setiap dini hari, latihan fisik, salah sitik digepuki, masa muda mereka direnggut untuk dibina menjadi penjaga negeri. Saridin seng sak iki dadi pengusaha, kiro-kiro ngerti gak awakmu yok opo nyungsang jempalike sak durunge dadi seng mbok sawang sak iki, begitu juga awakmu, ibuk ben sholat selalu ndungo nang gusti Allah, anak e ibuk iki mbesok bakalan nemu dalane, bakalan dadi pemimpin, bakalan dadi cagak seng kuat kanggo keluarga sak anak turune, ibuk yakin iku,” nasehat Bunda yang hingga kini tetap menjadi tongkat penuntun di kala Cak Besut goyah.

“Cak, kopine wes adem iku loh, nglamun ae, mbok yo cerito nabi-nabi koyok biasane, kadipaten Njomplang butuh wong seng iso dadi wasit, sak iki akeh wasit tapi nyemprit gawe kepentingan pribadi, makane ojo di dol ta sempritane iku, deloken akeh wong podo sambat, suwi-suwi tak delok uripmu koyok wit gedang Cak, duwe jantung tapi gak duwe ati,” cerocos Rusmini sembari beberes cangkir kopi sisa para pelanggan di warungnya. Man Gondo dan Lek Sumo yang sedari awal memperhatikan Cak Besut hanya tertawa terkekeh mendengar semprotan Yu Rus.

“Atose watu akik isih kalah karo atose omonganmu Yu, langsung ae ngomong pok’o ojo ngode terus, aku dudu brankas seng butuh kode,” jawab Cak Besut tersentak dari lamunan.

Dalam hidup, kami sangat mencintaimu, dalam kematian kami masih mencintaimu. Dalam hati kami, ibu memiliki tempat istimewa, tidak ada orang lain yang akan menggantikannya, You show me how to be myself. You encourage me to speak my mind. You remind me not to be afraid to achieve my dream.

Terima kasih atas ketulusanmu merawat dan menjaga kami kakak beradik, sesungguhnya kami takkan pernah bisa membalas semua yang pernah kau berikan untuk kami. Ya Allah, haramkan wajah ibu dan ayahku dari disambar oleh api neraka. Karuniakan buatnya surga tanpa hisab, syai’un lillahi lahumul fatihah.

Jare Cak Besut :

sego liwet lawuhe welut
sego kikil kurang uyah
masio ta sampun kapundut
dungone ibuk sepanjang masa

*Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Leave a Comment
Share
Published by
Adi Susanto