Perempuan Kuat dan Kerentanannya di Tengah Pandemi Covid-19 

Ilustrasi. (Foto: Istimewa).
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com- Wabah pandemi Covid-19 memberikan efek bagi kehidupan masyarakat menjadi tertekan. Terkait itu, ditanggapi Pengajar LPDS (Lembaga Pers Dr Soetomo) Jakarta, Sri Mustika.

Menurut Ika dalam virtual class yang digelar pada Rabu (30/9/2020) kemarin, yang dihadiri beberapa peserta termasuk dari tim KabarJombang.com mengatakan, bahwa pandemi Covid-19 banyak mengalami perubahan disamping itu peran perempuan juga besar dalam percepatan penanganan Covid-19.

Baca Juga

Hal itu dibuktikan dalam situasi saat seorang ibu harus berjuang menjaga keluarganya dari Covid-19 dan mendidik anaknya untuk belajar di rumah karena pembalajaran jarak jauh (PJJ). Sehingga perannya ganda dan disamping itu, mereka harus bekerja dan melayani keluarganya.

Dikatakan Ika, peran perempuan diera pandemi Covid-19 begitu besar. Diantaranya harus membimbing anak untuk belajar daring, mengerjakan tugas RT, mengerjakan tugas kantor jika ia bekerja.

‘Serta menjadi ujung tombak percepatan penangan Covid-19 dan menjalankan tugas sosial lainnya,” ujar Ika melalui siaran virtual class, Rabu (30/9/2020).

Ia menandaskan dulu dalam pewayangan seorang perempuan itu dikenal akan kehebatan dan kekuatannya yang dianggap sama dengan suami-suaminya atau para laki-laki. Perempuan hebat ada dimanapun, seperti tingkat perawat perempuan di Indonesia yang mencapai 71 persen, perempuan yang melakukan berbagai aktivitas sosial dan lain sebagainya.

Selain itu, lanjut Ika, dalam rumah tangga juga harus saling berbagi peran antara suami dan istri sehingga tidak ada beban diantara salah satunya.

“Karena hidup satu atap maka bagaimana perempuan bisa berbagi peran dengan suami. Misalnya dengan melakukan kesepakatan atau perjanjian-perjanjian,” katanya.

Tidak hanya itu, dengan kondisi pandemi seperti ini perempuan rentan mengalami kekerasan seksual seperti KDRT, kekerasan gender berbasis online, pelecehan seksual, kekerasan dalam pacaran dan perkosaan.

Kekerasan perempuan tersebut juga bisa menyerang fisik, psikis, seksual, hingga penelantaran ekonomi.

LBH APIK mencatat selama tanggal 16 Maret sampai 19 April 2020 telah menerima 97 pengaduan melalui telepon dan surat elektronik. Kasus ini mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan pengaduan secara langsung yang hanya tercatat sebanyak 60 pengaduan dalam sebulan.

“Dari 97 kasus pengaduan tersebut yang paling tinggi kasusnya adalah KDRT sebanyak 33 kasus, kekerasan gender berbasis online 30 kasus, pelecehan seksual sebanyak 8 kasus, kekerasan dalam pacaran 7 kasus, pidana umum 6 kasus, perkosaan 3 kasus, dan sisanya diluar kasus yang disebutkan,” paparnya.

Terakhir, Ika mengatakan jika pandemi Covid-19 juga berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang terganggu. Karena kekhawatiran perempuan untuk pergi ke RS dan adanya pembatasan terhadap pelayanan kesehatan.

 

 

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait