Jombang Belum Miliki Museum Level Kabupaten, Komunitas di Mojoagung ini Bikin Skala Kecamatan

museum bergerak mojoagung jombang
Purwanto, ketua komunitas Pemuda Penggerak Mojoagung, Jombang, Kamis (29/10/2020). (Foto: Anggraini)
  • Whatsapp


MOJOAGUNG, KabarJombang.com
– Museum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan gedung yang digunakan sebagai tempat untuk pameran tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, ilmu, seni, dan tempat menyimpan barang kuno.

Nah, di Kabupaten Jombang, tepatnya di Desa Karangwinongan, Kecamatan Mojoagung, ada sebuah museum yang masih belum banyak orang ketahui dan eksplore keberadaanya. Museum tersebut merupakan salah satu buah gagasan dari Perkumpulan Pemuda Penggerak Mojoagung. Kemudian musem tersebut dinamakan ‘Museum Mojoagung Bergerak’.

Baca Juga

Dibentuknya museum tersebut, dilatarbelakangi dari bentuk kecintaan para pemuda terhadap Jombang. Di samping itu, Jombang juga memiliki tokoh-tokoh besar kelas dunia yang luar biasa. Alasan lain, karena Jombang belum memiliki museum kelas kabupaten. Sebab itu, para pemuda ini berinisiatif memulai dan mengawalinya di level Kecamatan.

“Kalau ngomong Indonesia, kami tidak ngomong Indonesia, tu sangat jauh. Indonesia ya tempat kita tinggal. Dan Jombang itu memiliki tokoh-tokoh kelas dunia, dari jaman opo sampai jaman sekarang, tokoh-tokohnya itu luar biasa,” ujar Purwanto (36), Ketua Aktivis Pemuda Penggerak Mojoagung, Kamis (29/10/2020).

Purwanto juga mengatakan, jika melihat ke belakang atau flashback, Jombang merupakan tanah tua. Hal itu, kata dia, berdasarkan orang-orang tua pada masanya dan sebelum ada Indonesia, Jombang itu sudah ada.

“Artinya Jombang ini luar biasa, letak geografisnya luar biasa strategis. Multikultur, dan tokoh-tokohnya juga mampu membawa perubahan di skala nasional dan internasional. Berawal dari situ, pemikiran bahwa Jombang memiliki banyak tokoh-tokoh besar, tetapi Jombang tidak memiliki museum kota atau level Kabupaten,” terangnya.

Ia sendiri merasa belum memiliki kapasitas secara financial maupun kekuatan untuk menginisiasi museum level kabupaten. Dari situlah, ia bergerak pada sisi kulturalnya dengan mengajak partisipasi publik.

Dari hal itu, para pemuda ini terbesit pemikiran bagaimana cara membuat museum level kecamatan terlebih dahulu. Sehingga bisa memotivasi para pemuda di Kecamatan lain untuk membuat museum juga dan bisa melakukan kolaborasi, sekaligus bersinergi. Baik bertukar data, tukar kajian, saling berdiskusi dan sebagainya.

“Barangkali dari teman-teman di kecamatan-kecamatan yang bisa diajak. Paling nggak, nanti di situ mulai menggagas museum kota. Jadi ngomong Jombang skala umum,” harapnya.

Meski memulai dari hal kecil atau level Kecamatan, Purwanto mengaku kuwalahan. Karena di Mojoagung sendiri ada 18 desa belum terselesaikan untuk mengulik sejarah atau peninggalan dari masing-masing desa di Kecamatan Mojoagung.

“Karena tim kita juga terbatas, yang bergerak di lapangan cuma satu untuk sekarang. Sebenarnya beberapa waktu lalu ada sekitar tiga anak yang bergabung. Tapi kami juga tidak memaksa karena ada beberapa kepetingan lain yang harus mereka kerjakan. Dan kegiatan ini kan non-profit. Jadi tinggal satu orang ini yang keliling, tapi kita tetep mendampingi,” ungkapnya.

Dikatakannya, total penggagas Pemuda Penggerak Mojoagung ini sekitar enam orang. Jika ada kegiatan, katanya, pihaknya akan open rekruitmen relawan. Dan untuk acara museum, biasanya digelar saat festival yang diselenggarakan setahun sekali.

Ia juga sempat menyinggung bahwa Museum Mojoagung Bergerak ini merupakan salah satu cabang kegiatan dari komunitas Air Kita. Dimana Air Kita ini terdiri dari beberapa cabang yakni Rumah Baca, Museum Mojoagung Bergerak, dan Keagamaan.

“Rumah Baca ini untuk kalangan anak-anak. Museum itu untuk kalangan remaja, dan Keagamaan itu untuk kawan-kawan yang gemar pada agama. Kalau kegiata keagamaan salah satunya ngaji kitab. Dan waktunya pun kita bagi, mulai dari harian, mingguan, bulanan, sama tahunan,” katanya.

Purwanto juga mengatakan, barang-barang yang dipamerkan di mesuem dan saat festival, diperolehnya dari warga desa setempat yang rela berpartisipasi, maupun menghibahkan barang-barang bersejarahnya.

“Jadi saat festival berlangsung, barang-barang bersejarah dari masyarakat kita pamerkan di museum. Nanti setelah acara kita kembalikan lagi. Tetapi, memang barang-barang tersebut kami simpan, tidak kami pajang di sini (padepokan), karena disini kan tempatnya terbuka, jadi untuk mengantisipasi kita amankan, nggak kita pajang,” tangkasnya.

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait