Hari Pahlawan di Era Milenial, Pemerhati asal Jombang: “Melek Sejarah Jangan Ikut-ikutan”

Pemerhati Sejarah asal Jombang, Dian Sukarno, Rabu (28/10/2020). (Foto: Anggraini)
  • Whatsapp

JOGOROTO, KabarJombang.com – Tanggal 10 November, merupakan tetenger atau tanda terjadinya peristiwa peperangan hebat antara bangsa Indonesia dengan tentara sekutu yang dimotori Inggris kala itu di Surabaya. Dan di setiap tanggal itu, kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan. Saat ini, sudah 75 tahun bangsa Indonesia memperingatinya.

Pemerhati Sejarah asal Jombang, Dian Sukarno menjelaskan, sebelum terjadi perang pada 10 November, juga terjadi pertempuran secara sporadis yang terjadi di sejumlah titik, dimulai sekitar tanggal 29 Oktober 1945. Saat itu, Inggris terlalu percaya diri bisa memenangi peperangan.

Baca Juga

Peristiwa paling utama, lanjutnya, yakni tewasnya Aubertin Walter Sothern Mallaby atau dikenal dengan Jenderal Mallaby dalam baku tembak pada 30 Oktober di Surabaya. Inilah yang memicu keluarnya ultimatum Inggris dan meledaknya perang 10 November.

“Dari peristiwa itu, merupakan titik balik bahwa kita masih punya harga diri. Terbukti, dengan agitasi atau pidato Bung Tomo yang membakar semangat rakyat untuk menghadapi sekutu Inggris,” kata Dian, Selasa (10/11/2020).

Ia mengatakan, peperangan 10 November di Surabaya memiliki rentetan panjang, seperti Bandung Lautan Api, Palagan Ambarawa, dan peristiwa peperangan di tempat-tempat lain. Namun, titik kulminasinya berada di Surabaya. “Kita lebih cinta kemerdekaan daripada harus dijajah seperti itu,” kata Dian.

Alasan kenapa Hari Pahlawan diperingati tanggal 10 November, menurut Dian Sukarno, karena waktu itu, ultimatum Inggris selama kurang lebih 12 jam, yang dibatasi pukul 18.00 WIB pada 10 November. Bahwa seluruh senjata yang dimiliki kaum Republikan harus diserahkan ke pihak sekutu (Inggris).

Namun, bukannya menyerahkan senjata, para pemuda Surabaya malah memiliki tekad membara, dan melibatkan segala elemen masyarakat. “Jadi hal itulah yang tidak diperhitungkan oleh sekutu, bahwa menghadapi Indonesia dalam hal ini arek-arek Suroboyo tidak seperti saat menghadapi bangsa lain,” ungkapnya.

Dian menambahkan, kata Pahlawan berasal dari paha-lawan, artinya orang yang berjasa terhadap nusa dan bangsa. Kemudian melebur menjadi kata pahlawan. Intinya, orang yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan.

Kalau sekarang, lanjut Dian, pemaknaan Pahlawan bisa lebih luas lagi, seperti pemuda pelopor, pahlawan pembangunan, pahlawan demokrasi atau lainnya. “Atau orang yang sangat berjasa di bidang masing-masing,” ujarnya.

“Jadi harus bisa membedakan, mana pahlawan dan pecundang. Kalau pahlawan cukup mati satu kali, kalau pecundang matinya berkali-kali. Dalam hal ini jangan diartikan mati fisik tapi mati cita-cita, idealisme dan segala macam. Itulah yang membedakan, kalau pecundang itu lebih memikirkan perut. Sedangkan pahlawan, terlepas dari itu,” sambungnya menegaskan.

Di momen Hari Pahlawan ini, ia berharap, agar para generasi milenial bisa meneladani dan mengadopsi semangat nilai-nilai luhur para pahlawan terdahulu.

“Saya juga berpesan pada diri saya sendiri, begitu juga para generasi milenial terkait nilai-nilai luhur kepahlawanan, tentang kejujuran, integritas, loyalitas, itu lebih penting daripada sok-sokan agar disebut pahlawan seperti itu,” tandasnya.

Dikatakannya, nilai-nilai kepahlawanan itu menjadi nilai-nilai universal, seperti ketika saat mempelajari bagaimana terbentuknya tokoh Bung Karno, Bung Hatta, Bung Yamin, Bung Syahrir. Untuk menggali nilai-nilai luhur atau sepak terjang perjuangan melalui biografi tokoh-tokoh pahlawan Indonesia.

“Jadi bagaimana kemudian nilai-nilai kepahlawanan itu diadopsi, khususnya untuk generasi milenial. Agar bisa membaca sejarah dengan sumber-sumber yang bisa dipertanggungjawabkan. Karena jika sumber itu tidak jelas, juga akan menjadi hoaks kemudian menyesatkan,” katanya.

Dian juga mengungkapkan, setiap peringatan akan mengalami perbedaan dari tahun ke tahun. Karena generasi juga berbeda dalam menyikapinya. Seperti generasi pada tahun 80-an dengan tahun sekarang ini, sudah sangat jauh dalam memaknai nilai-nilai perjuangan pahlawan, begitupun dalam pengadopsiannya.

“Caranya dengan melek sejarah dan tidak sekedar ikut-ikutan,” imbuhnya.

Disinggung mengapa tanggal 10 November tidak menjadi hari libur nasional. Dian menjawab, hal itu berdasarkan penetapan 10 November sebagai Hari Pahlawan Nasional merupakan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur.

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait